Blogger templates

Rabu, 12 September 2018

Dakwah Itu Mengajak Bukan Mengejek

Oleh : Ust. Dr. Muh. Arifin Baderi, hafizhahullah. *
Jangan hina atau maki NU, dan jangan pula memaki salafi bila anda sungguh sungguh ingin berdakwah.
Sobat! Anda tak sesholeh Nabi Musa 'alaihissalam & mereka tak sejelek Fir'aun.
Seburuk buruknya saudara anda sesama muslim tak kan seburuk Fir'aun, dan sesholeh apapun anda maka tak akan pernah melebihi Nabi Musa alaihissalam.
Walau demikian, tahukah anda bahwa Allah Taala memerintahkan nabi Musa alaihissalam dan nabi Harun alaihissalam untuk tetap berkata kata yang lembut nan santun dalam mendakwahi Fir'aun.
فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَيِّناً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشى
Katakan kepadanya ( Fir'aun ) ucapan yang lembut agar ia menjadi sadar/ingat atau menjadi takut .(Thaha 45)

Khalifah Yang Adil Vs Raja Yang Sombong

Ada seorang Raja Nasrani masuk Islam kemudian kembali murtad setelah Umar bin Khottob menegakkan keadilan atas raja tersebut yg telah berbuat dholim kepada rakyat jelata.

Raja itu bernama Jabalah bin Aiham Al-Ghassani.

Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitabnya "Al-Bidayah wan Nihayah" : ketika Umar bin Khottob mendengar Jabalah masuk Islam, beliau sangat bergembira dan mengundangnya ke Madinah.

Datanglah Jabalah bersama para pengikutnya ke Madinah dan disambut dengan hangat oleh Umar bin Khottob.

Singkat cerita, Jabalah kemudian menunaikan Ibadah Haji ke Makkah dan ketika thowaf, ada jama'ah Haji dari kalangan "kuli Pasar" tidak sengaja menginjak jubah milik Jabalah.

Jabalah-pun marah dan memukul wajah orang tsb hingga terluka. Lalu orang tersebut mengadukan kepada Umar.

Dipanggillah Jabalah oleh Umar, ketika ditanya tentang kejadian itu, Jabalah mengakuinya. Maka Umar memberikan putusan, "berikan wajahmu untuk ditegakkan qishosh".

Jabalah kaget dan mengatakan, "Aku seorang Raja, dan dia hanya kuli pasar, apakah keputusanmu ini sepadan wahai Umar?"

"Tentu saja, dalam Islam kedudukanmu dan kedudukannya sama, yg membedakan adalah ketakwaan" jawab Umar.

Jabalah kemudian berkata, "Aku kira jika Aku masuk Islam maka Aku akan jauh lebih terhormat dibanding ketika Aku masih dalam kehidupan Jahiliyah... Jika seperti ini yg Aku dapatkan, lebih baik Aku kembali ke agamaku yg dulu saja (Nasrani)".

Umar yg kaget dengan pernyataan Jabalah, kembali menanggapi dg tegas, "Jika kamu murtad, maka Aku akan penggal lehermu".

Jabalah kembali terkaget lalu berkata, "berikan Aku waktu untuk berfikir Malam ini".

Dan pada Malam itu, Jabalah bersama beberapa pengikut setianya melarikan diri ke Kerajaan Romawi dan menyatakan kemurtadannya dihadapan Kaisar Romawi.

=====

Diantara faedah kisah tsb adalah :
1. Masuk Islamnya seseorang harus kita apresiasi dan dukung dengan sepenuh hati.
2. Hidayah itu mutlak ditangan Allah. Islam dan murtadnya seseorang bisa saja memiliki latar belakang dan kisah, tapi tetap saja Kita harus meyakini bahwa Hidayah itu mutlak ditangan Allah.
3. Apakah Umar menjadi sebab murtadnya Jabalah? Tentu saja tidak, Umar hanya melakukan tugasnya untuk menegakkan keadilan diantara rakyatnya.

Wallahu a'lam.

Siapakah Kaum Muallaf itu?

Syekh Abdullah bin Sulaiman Al-Mani' hafizhahullah, anggota Haiah Kibar Ulama Arab Saudi dalam jurnalnya yg diterbitkan oleh Majalah Buhuts Ilmiyyah Arab Saudi  mengutip dari dua alim, tentang siapakah kaum Muallaf itu.

PERTAMA :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Muallaf terbagi menjadi dua : Muslim dan Kafir. Muallaf kafir adalah yg kita harapkan keislamannya jika Kita berikan kepadanya sebuah pemberian, atau dengan pemberian tsb Kita berharap agar terminimalisir keburukan darinya. Demikian pula seorang Muslim yg memiliki pengaruh (banyak pengikut), Kita harapkan dengan memberikan sesuatu kepadanya agar Islamnya menjadi semakin baik,..."

KEDUA :
Dr. Yusuf Al-Qordhowi berkata,
"Muallaf terbagi menjadi beberapa macam, Ada yg muslim Ada yg kafir:
1. Orang kafir yg dengan Kita berikan sesuatu kepadanya, Kita berharap dia masuk Islam atau keluarga orang tsb mau masuk Islam.
2. Orang yg sering berbuat kerusakan/keonaran, dan dengan pemberian tsb kita berharap dia berhenti menebarkan kerusakannya.
3. Orang yg baru masuk Islam, Kita beri sebagai bentuk perhatian dan agar dia semakin kuat dalam keislamaannya.
4. Orang Muslim yg punya pengaruh kuat dikalangan orang kafir, Kita beri Akan koleganya dari kalangan kafir masuk Islam.
5. Pemimpin/tokoh masyarakat muslim yg lemah Iman. Kita beri agar keimanannya lebih kuat.
6. Kaum Muslimin yg berada diperbatasan dg negeri kafir.
7. Kaum Muslimin yg memiliki pengaruh untuk menarik zakat dari orang2 kaya yg enggan menunaikannya.
(Diterjemahkan secara ringkas dari : http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=4065&PageNo=1&BookID=2)

Kesimpulannya :

Hidayah itu memang mutlak ditangan Allah. Tapi dalam syariat Kita, Kita dianjurkan untuk berupaya menjadi "agen" dalam sampainya hidayah Allah tersebut kepada orang2.

Dan jangan sampai Kita menjadi "agen" syaithon yg menjerumuskan orang2 ke jurang kenistaan.

Konsep "Wilayatul Faqih" (bagian kedua)

Awal munculnya konsep ini adalah ketika imam ke-11 mereka (Al-Hasan Al-Askari) meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki keturunan.

Sebagaimana kebiasaan mereka yang suka 'ngibul', mereka kembali 'ngibul' bahwa sebenarnya Al-Askari ketika meninggal sudah meninggalkan seorang anak yang bernama Muhammad... dan kemudian secara 'ngibul' -juga-, Muhammad bin Al-Hasan didaulat menjadi imam ke-12, imam terakhir, IMAM AL-MAHDI.

Sejak itu, konsep ini mulai berkembang... dimulai dari konsep "DUTA BESAR"...

Berikut nama Duta-Duta Besar Imam Mahdi :

Periode Pertama : Utsman bin Sa'id Al-Umari (260 - 265 Hijriyah)
Periode Kedua : Muhammad bin Utsman bin Sa'id Al-Umari (265 - 305 Hijriyah)
Periode Ketiga : Al-Husain bin Ruh An-Naubakhti (305 - 326 Hijriyah)
Periode Keempat : Ali bin Muhammad As-Samri (326 - 329 Hijriyah)

Setelah itu, konon Duta periode keempat ini enggan untuk menunjuk siapa penggantinya, hingga akhir hayatnya dia tidak menunjuk siapa-siapa untuk menjadi pengganti.

Dengan matinya Duta keempat, sebagian ulama syi'ah berlomba-lomba memproklamirkan diri menjadi duta... hingga salah seorang mereka berkata, "Sungguh kami berselisih dalam masalah ini seperti anjing berselisih dalam memperebutkan bangkai".

Namun kisah saling memperebutkan ini tidak berlangsung lama. Hingga keadaan benar-benar "vacum" dari keimaman... dalam istilah kaum syi'ah, kondisi ini disebut "Al-Ghaibah Al-Kubro".

Dalam berlangsungnya Al-Ghaibah Al-Kubro ini, para ulama syi'ah mulai mencari ide baru, hingga muncul-lah Al-Hasan bin Abi Uqail Al-'Ummani yang memproklamirkan bolehnya seorang ahli fikih untuk menjalankan beberapa tugas Imam.

Dalam keyakinan mereka, tugas seorang Imam ada tujuh, yang semuanya berkisar pada masalah pengumpulan harta, dan membuat aturan-aturan yang dinilai sebagai aturan ilahi.

Dan pada awal kondisi ini, para ulama syi'ah bersepakat bahwa seluruh orang syi'ah wajib menyetorkan khumus (seperlima dari penghasilnya) kepada ulama terdekatnya, yang menurut alasan mereka, agar harta tersebut bisa disimpankan dan ketika Imam sudah keluar dari persembunyiannya kelak akan diberikan kepada Imam.

bersambung insya Allah...