Blogger templates

Selasa, 26 Maret 2019

Iman dan Ilmu : Sebuah Manifestasi Jiwa Menuju Tranformasi Pribadi Paripurna


Oleh : Aminullah Yasin

“Iman tanpa ilmu bagaikan lentera ditangan bayi, namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera ditangan pencuri.” Buya HAMKA.

Banyak orang berbangga ketika telah sampai pada tingkatan ilmu tertentu. Ilmu yang diyakini sebagai pengetahuan yang telah terverifikasi oleh serangkaian uji ilmiah, nyatanya justru telah membawa banyak manusia berada pada titik terendahnya sebagai makhluk terpuji.

Tidak sulit kita mencari contoh nyata disekitar kita orang-orang yang “berilmu”, namun justru melakukan tindakan tak beradab dengan ilmunya. Ada banyak, sangat banyak. Namun hal ini masih tidak membuat sadar banyak orang betapa rapuhnya “ilmu” untuk menentukan kesuksesan seseorang. Orang-orang tetap mengejar prestasi “ilmiah”, berbangga dengannya, berkompetisi dengan kawan-kawannya, bahkan mereka siap “berkelahi” hanya untuk mendapatkan predikat “orang berilmu”, hasilnya? Kesombongan!


Manusia memang suka dengan “pepesan kosong”, suka dengan pengakuan semata meskipun jauh dari fakta! Manusia lebih suka memandang satu bintang yang bercahaya, daripada langit malam yang gelap gulita! Mudah terpukau, kalau kata orang jawa : gumonan! Begitulah manusia, termasuk anda dan juga saya.

Sebagai seorang muslim, kita perlu untuk memperhatikan apa yang telah Allah ingatkan kepada kita :

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَالإيمَانَ لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit; maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi kamu selalu tidak meyakini(nya)” QS. Ar-Rum : 56

Dalam ayat tersebut Allah sebutkan dua hal utama yang dimiliki oleh orang-orang yang selamat dari kehinanan hidup, yaitu: ilmu dan iman. Karena ilmu tanpa iman tidak akan membawa pemiliknya menuju keyakinan yang benar (Islam) yang membawanya menuju kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. (Ibnu Asyur dalam kitab tafsirnya “At-Tahrir wat Tanwir”).

Selain ayat tersebut, Allah juga sebutkan dua hal tersebut secara bersamaan dalam banyak ayat lainnya, diantaranya :

لَكِنِ الرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَالْمُقِيمِينَ الصَّلاةَ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ أُوْلَئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْراً عَظِيماً

“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu'min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al-Qur'an), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar” QS. An-Nisa’ : 162.

Dari sini, tidak salah jika buya HAMKA memberikan ilustrasi tentang ilmu dan iman jika keduanya tidak selaras dalam diri seseorang maka dia seperti lentera ditangan orang yang salah. Iman tanpa ilmu, seperti lentera ditangan bayi. Artinya lentera tersebut tidak akan memberikan manfaat apapun bagi si bayi karena bayi tidak mengerti apa fungsi dari lentera tersebut. Sementara jika ilmu tanpa iman, dia seperti lentera ditangan pencuri. Artinya lentera tersebut justru akan dijadikan alat bantu baginya untuk melakukan tindak kejatahan. Sehingga dalam diri kita harus ada keseimbangan antara ilmu dan iman, barulah kita akan menjadi seorang hamba yang sukses, bahagia dan tentram.


Jonggol, 26 Maret 2019

0 komentar:

Posting Komentar