Penentuan awal Ramadhan dan Idul
Fithri di negeri kita selalu menyisakan perdebatan panjang, meski pemerintah melalui
Kementrian Agama tiap tahun melakukan rapat (sidang itsbat) diawali dengan
pemantauan Hilal dari berbagai titik yang tersebar di berbagai wilayah
Indonesia, tetap saja setiap ormas Islam menerbitkan sikap dan himbauannya
untuk anggotanya masing-masing.
Secara perundang-undangan hal ini
sah-sah saja karena Pemerintah melindungi hak warga negara untuk beragama
sesuai dengan keyakinanannya, meski secara pandangan syariat hal ini patut
untuk direnungkan secara mendalam. Mengapa?
Karena puasa Ramadhan dan pelaksanaan
sholat Idul Fithri bukan hanya sekedar ibadah biasa, namun mengabungkan antara
syari’at dengan syi’ar. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad shallalallahu alaihi
wa sallam bersabda:
الصوم يوم تصومون والفطر يوم تفطرون
والأضحى يوم تضحون
“Puasa adalah hari
dimana kalian (kaum muslimin) berpuasa, Idul Fithri adalah hari dimana kalian
berbuka, dan Idul Adha adalah hari dimana kalian berkurban” HR. At-Tirmidzi,
dishohihkan oleh Al-Albani.
Hadits diatas menunjukkan bahwa
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjadikan ketiga hal tersebut (puasa
Ramadhan, Idul Fithri dan Idul Adha) sebagai tiga ibadah yang dilakukan secara
berjama’ah, bukan sendiri-sendiri.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata tentang hadits tersebut:
إنما معنى هذا الصوم والفطر مع الجماعة
وعظم الناس
“Makna hadits ini
adalah puasa dan lebaran dilaksanakan secara berjama’ah bersama banyak orang” [Majmu’
Al Fatawa]
Dan penulis juga yakin, tidak ada seorang muslim-pun yang tidak
mendambakan bersatunya kaum muslimin dalam syi’ar mereka!
Berita Gembira Ditengah Wabah
Corona
Ditengah pandemi global Covid-19,
sehingga mengakibatkan masjid-masjid ditutup dari pelaksanaan sholat berjama’ah,
ada sebuah berita yang menggembirakan yaitu bersatunya dua ormas Islam, NU
& Muhammadiyah dalam awal Ramadhan dan Idul Fithri tahun ini.
Umat Islam di Indonesia memang
tidak hanya terdiri dari NU dan Muhammadiyah, namun dua ormas ini adalah ormas
dengan anggota dan simpatisan terbanyak, sehingga jika dua ormas ini bersepakat
dalam penentuan awal Ramadhan dan Idul Fithri tentu ini merupakan satu kebaikan
yang akan dirasakan oleh kaum muslimin secara luas di negeri kita tercinta ini.
Jika ada yang bertanya, apakah NU
dan Muhammadiyah telah membuat kesepakatan? Jawabannya saya tidak tahu. Lalu darimana
kita ketahui bahwa NU dan Muhammadiyah akan kompak dalam penentuan awal
Ramadhan dan Idul Fithri tahun ini?
Begini...
Perbedaan pendapat antara NU dan
Muhammadiyah dalam hal ini telah berlangsung lama di negeri kita, sehingga
membelah secara besar barisan kaum muslimin dalam pelaksanaan syi’ar ini. Tentu
saja selain dua ormas ini ada kelompok-kelompok lain yang memiliki pendapat
yang berbeda, namun jumlah mereka tidak signifikan secara nasional.
Lantaran ‘perseteruan’ ini telah
berlangsung lama dan diperlihatkan kehadapan publik, sehingga sangat mudah bagi
yang mengikutinya untuk mengetahui seperti apa sejatinya perbedaan pendapat
tersebut. Muhammadiyah memiliki metode “wujudul hilal” sedangkan NU berpegangan
dengan tehnik “imkanur ru’yah”.
“Wujudul hilal” adalah menganggap
telah masuk bulan baru jika pada saat matahari tenggelam pada tanggal 29 bulan
telah terbentuk dan berada diatas garis ufuk. Sedangkan “imkanur ru’yah” adalah
mensyaratkan posisi hilal pada ketinggian tertentu pada saat matahari tenggelam
pada tanggal 29 bulan, syarat ketinggian tersebut harus pada ketinggian minimal
hilal dapat dilihat dengan mata telanjang. NU meyakini bahwa ketinggian
tersebut adalah pada titik 2o diatas ufuk.
Nah, jika kita ingin mengetahui
apakah NU dan Muhammadiyah akan berbeda atau tidak pada penentuan awal
ramadhan, idul fithri dan idul adha adalah dengan melihat hasil perhitungan
(hisab), jika didapati hasil perhitungan menunjukkan posisi hilal masih dibawah
ufuk ( <0o ) atau telah wujud dengan posisi diatas 2o,
maka dapat dipastikan NU dan Muhammadiyah akan kompak. Namun jika posisi hilal
diantara 0o s.d <2o, maka dapat dipastikan NU dan
Muhammadiyah akan berbeda.
Menurut Maklumat Pimpinan PusatMuhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/E/2020 tentang Penetapan hasil hisab ramadan,
syawal dan zulhijah 1441 hijriah, didapati tinggi hilal pada saat matahari
terbenam tanggal 23 April 2020 (29 sya’ban) adalah 3o lebih. Itu artinya
NU juga dapat dipastikan akan menentukan awal Ramadhan 1441 H jatuh pada
tanggal 24 April 2020.
Sedangkan untuk Idul Fithri, hasil
hitungan (hisab) didapati pada saat matahari terbenam di tanggal 29 Ramadhan
(22 Mei) hilal belum terwujud dan baru akan terwujud pada dini hari tanggal 23
mei. Artinya baik NU maupun Muhammadiyah sama-sama akan berpuasa selama 30 hari
(istikmal) dan melaksanakan Idul Fithri pada tanggal 24 Mei 2020.
Meski pelaksanaan ibadah Ramadhan
dan Idul Fithri tahun ini akan terasa berbeda akibat dari wabah corona, namun
semoga dengan bersatunya dua ormas Islam
besar ini menjadi tetesan segar ditengah kerinduan akan sholat berjama’ah. Meski
badan kita tidak bersatu, namun kita akan bersatu dalam waktu pelaksanaan.
Disaat raga tidak bersua, mari kita
saling mendo’akan kebaikan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
«مَنْ دَعَا لأَخِيهِ بِظَهْرِ
الْغَيْبِ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ، وَلَكَ بِمِثْلٍ»
Barangsiapa yang mendoakan kebaikan
untuk saudaranya disaat ketidakhadirannya, maka ada Malaikat yang ditugaskan
akan berkata, “aamiin... dan semoga kamu mendapatkan seperti yang kamu doakan
tersebut” HR. Muslim.
Jonggol, 14 April 2020Akhukum,
Aminullah Yasin
0 komentar:
Posting Komentar