Pages
Pages - Menu
Rabu, 12 September 2018
Dakwah Itu Mengajak Bukan Mengejek
Khalifah Yang Adil Vs Raja Yang Sombong
Ada seorang Raja Nasrani masuk Islam kemudian kembali murtad setelah Umar bin Khottob menegakkan keadilan atas raja tersebut yg telah berbuat dholim kepada rakyat jelata.
Raja itu bernama Jabalah bin Aiham Al-Ghassani.
Ibnu Katsir menyebutkan dalam kitabnya "Al-Bidayah wan Nihayah" : ketika Umar bin Khottob mendengar Jabalah masuk Islam, beliau sangat bergembira dan mengundangnya ke Madinah.
Datanglah Jabalah bersama para pengikutnya ke Madinah dan disambut dengan hangat oleh Umar bin Khottob.
Singkat cerita, Jabalah kemudian menunaikan Ibadah Haji ke Makkah dan ketika thowaf, ada jama'ah Haji dari kalangan "kuli Pasar" tidak sengaja menginjak jubah milik Jabalah.
Jabalah-pun marah dan memukul wajah orang tsb hingga terluka. Lalu orang tersebut mengadukan kepada Umar.
Dipanggillah Jabalah oleh Umar, ketika ditanya tentang kejadian itu, Jabalah mengakuinya. Maka Umar memberikan putusan, "berikan wajahmu untuk ditegakkan qishosh".
Jabalah kaget dan mengatakan, "Aku seorang Raja, dan dia hanya kuli pasar, apakah keputusanmu ini sepadan wahai Umar?"
"Tentu saja, dalam Islam kedudukanmu dan kedudukannya sama, yg membedakan adalah ketakwaan" jawab Umar.
Jabalah kemudian berkata, "Aku kira jika Aku masuk Islam maka Aku akan jauh lebih terhormat dibanding ketika Aku masih dalam kehidupan Jahiliyah... Jika seperti ini yg Aku dapatkan, lebih baik Aku kembali ke agamaku yg dulu saja (Nasrani)".
Umar yg kaget dengan pernyataan Jabalah, kembali menanggapi dg tegas, "Jika kamu murtad, maka Aku akan penggal lehermu".
Jabalah kembali terkaget lalu berkata, "berikan Aku waktu untuk berfikir Malam ini".
Dan pada Malam itu, Jabalah bersama beberapa pengikut setianya melarikan diri ke Kerajaan Romawi dan menyatakan kemurtadannya dihadapan Kaisar Romawi.
=====
Diantara faedah kisah tsb adalah :
1. Masuk Islamnya seseorang harus kita apresiasi dan dukung dengan sepenuh hati.
2. Hidayah itu mutlak ditangan Allah. Islam dan murtadnya seseorang bisa saja memiliki latar belakang dan kisah, tapi tetap saja Kita harus meyakini bahwa Hidayah itu mutlak ditangan Allah.
3. Apakah Umar menjadi sebab murtadnya Jabalah? Tentu saja tidak, Umar hanya melakukan tugasnya untuk menegakkan keadilan diantara rakyatnya.
Wallahu a'lam.
Siapakah Kaum Muallaf itu?
Syekh Abdullah bin Sulaiman Al-Mani' hafizhahullah, anggota Haiah Kibar Ulama Arab Saudi dalam jurnalnya yg diterbitkan oleh Majalah Buhuts Ilmiyyah Arab Saudi mengutip dari dua alim, tentang siapakah kaum Muallaf itu.
PERTAMA :
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, "Muallaf terbagi menjadi dua : Muslim dan Kafir. Muallaf kafir adalah yg kita harapkan keislamannya jika Kita berikan kepadanya sebuah pemberian, atau dengan pemberian tsb Kita berharap agar terminimalisir keburukan darinya. Demikian pula seorang Muslim yg memiliki pengaruh (banyak pengikut), Kita harapkan dengan memberikan sesuatu kepadanya agar Islamnya menjadi semakin baik,..."
KEDUA :
Dr. Yusuf Al-Qordhowi berkata,
"Muallaf terbagi menjadi beberapa macam, Ada yg muslim Ada yg kafir:
1. Orang kafir yg dengan Kita berikan sesuatu kepadanya, Kita berharap dia masuk Islam atau keluarga orang tsb mau masuk Islam.
2. Orang yg sering berbuat kerusakan/keonaran, dan dengan pemberian tsb kita berharap dia berhenti menebarkan kerusakannya.
3. Orang yg baru masuk Islam, Kita beri sebagai bentuk perhatian dan agar dia semakin kuat dalam keislamaannya.
4. Orang Muslim yg punya pengaruh kuat dikalangan orang kafir, Kita beri Akan koleganya dari kalangan kafir masuk Islam.
5. Pemimpin/tokoh masyarakat muslim yg lemah Iman. Kita beri agar keimanannya lebih kuat.
6. Kaum Muslimin yg berada diperbatasan dg negeri kafir.
7. Kaum Muslimin yg memiliki pengaruh untuk menarik zakat dari orang2 kaya yg enggan menunaikannya.
(Diterjemahkan secara ringkas dari : http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?languagename=ar&View=Page&PageID=4065&PageNo=1&BookID=2)
Kesimpulannya :
Hidayah itu memang mutlak ditangan Allah. Tapi dalam syariat Kita, Kita dianjurkan untuk berupaya menjadi "agen" dalam sampainya hidayah Allah tersebut kepada orang2.
Dan jangan sampai Kita menjadi "agen" syaithon yg menjerumuskan orang2 ke jurang kenistaan.
Konsep "Wilayatul Faqih" (bagian kedua)
Awal munculnya konsep ini adalah ketika imam ke-11 mereka (Al-Hasan Al-Askari) meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki keturunan.
Sebagaimana kebiasaan mereka yang suka 'ngibul', mereka kembali 'ngibul' bahwa sebenarnya Al-Askari ketika meninggal sudah meninggalkan seorang anak yang bernama Muhammad... dan kemudian secara 'ngibul' -juga-, Muhammad bin Al-Hasan didaulat menjadi imam ke-12, imam terakhir, IMAM AL-MAHDI.
Sejak itu, konsep ini mulai berkembang... dimulai dari konsep "DUTA BESAR"...
Berikut nama Duta-Duta Besar Imam Mahdi :
Periode Pertama : Utsman bin Sa'id Al-Umari (260 - 265 Hijriyah)
Periode Kedua : Muhammad bin Utsman bin Sa'id Al-Umari (265 - 305 Hijriyah)
Periode Ketiga : Al-Husain bin Ruh An-Naubakhti (305 - 326 Hijriyah)
Periode Keempat : Ali bin Muhammad As-Samri (326 - 329 Hijriyah)
Setelah itu, konon Duta periode keempat ini enggan untuk menunjuk siapa penggantinya, hingga akhir hayatnya dia tidak menunjuk siapa-siapa untuk menjadi pengganti.
Dengan matinya Duta keempat, sebagian ulama syi'ah berlomba-lomba memproklamirkan diri menjadi duta... hingga salah seorang mereka berkata, "Sungguh kami berselisih dalam masalah ini seperti anjing berselisih dalam memperebutkan bangkai".
Namun kisah saling memperebutkan ini tidak berlangsung lama. Hingga keadaan benar-benar "vacum" dari keimaman... dalam istilah kaum syi'ah, kondisi ini disebut "Al-Ghaibah Al-Kubro".
Dalam berlangsungnya Al-Ghaibah Al-Kubro ini, para ulama syi'ah mulai mencari ide baru, hingga muncul-lah Al-Hasan bin Abi Uqail Al-'Ummani yang memproklamirkan bolehnya seorang ahli fikih untuk menjalankan beberapa tugas Imam.
Dalam keyakinan mereka, tugas seorang Imam ada tujuh, yang semuanya berkisar pada masalah pengumpulan harta, dan membuat aturan-aturan yang dinilai sebagai aturan ilahi.
Dan pada awal kondisi ini, para ulama syi'ah bersepakat bahwa seluruh orang syi'ah wajib menyetorkan khumus (seperlima dari penghasilnya) kepada ulama terdekatnya, yang menurut alasan mereka, agar harta tersebut bisa disimpankan dan ketika Imam sudah keluar dari persembunyiannya kelak akan diberikan kepada Imam.
bersambung insya Allah...
Kamis, 07 Juni 2018
BENARKAH DOSA RIBA SEPERTI 36 KALI BERZINA ATAU SEPERTI BERZINA DENGAN IBU KANDUNG?Kajian Ringkas Seputar Hadits " Satu Dirham riba".
"Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan!"
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah apakah 7 perkara tersebut?"
Beliau menjawab :
"1. Syirik kepada Allah.
2. Sihir
3. Membunuh jiwa yang telah Allah haramkan, kecuali dengan haknya.
4. Memakan RIBA.
5. Memakan harta anak yatim.
6. Melarikan diri dari medan pertempuran.
7. Menuduh wanita mukminah yang senantiasa menjaga diri Dan kehormatannya telah berbuat kekejian (zina)." [Muttafaqun 'alaihi].
1. Anas bin Malik radhiyallahu'anhu.
2. Al-Barro' bin 'Azib radhiyallahu'anhu.
3. Abdullah bin Salam radhiyallahu'anhu.
4. Abdullah bin Abbas radhiyallahu'anhuma.
5. Abdullah bin Umar radhiyallahu'anhuma.
6. Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu.
7. Abu Hurairah radhiyallahu'anhu.
8. Al-Aswad bin Wahb atau Wahb bin Al-Aswad radhiyallahu'anhu.
9. 'Aisyah Ummul Mukminin radhiyallahu'anha.
10. Abdullah bin Handholah radhiyallahu'anhu.
1. Imam Ahmad.
2. Imam Ad-Daruquthni.
3. Imam Ibnul Jauzi.
4. Imam Ibnu Hibban.
5. Imam Al-Bukhori.
6. Imam Al-'Uqoili.
7. Imam Ibnu Abi Hatim.
8. Imam Ibnu 'Adi.
"Tidak ada satupun jalur periwayatan hadits ini yang shohih." (Al-Maudhu'at 3/20).
"Dan yang tampak padaku adalah hadits ini tidak sah sama sekali untuk dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam" (Al-Fawaid Al-Majmu'ah, Hal.150).
Beliau berkata : "Sanad Hadits ini dho'if, dan ini tergolong hadits munkar, namun menurutku hadits ini bathil." (Ghautsul Makdud 2/217).
Kemudian beliau menyebutkan riwayat-riwayat hadits tersebut dan menjelaskan kelemahan-kelemahannya.
Beliau berkata : "Hadits ini baik dengan lafazh ini atau yang itu, dinilai lemah oleh para ulama. Meski sebagian mereka ada yang menerimanya dengan derajat terbawah dari hadits yang maqbul". (Syarh Alfiyah Al-Iroqi 9/7).
Beliau berkata : "Hadits ini, tidak diragukan lagi, dalam matannya terdapat nakaroh (sesuatu yang ganjil). Yang demikian, menjadikan ada sesuatu yang mengganjal didalam hati. Yaitu penetapan hukuman yang berat dalam perkara yang diketahui oleh manusia bahwa yang dipermisalkan dengannya (zina) lebih berat daripada yang dipermisalkan (Riba). Wallahu a'lam." (Fathu Dzil Jalali Wal Ikrom 9/322).
"Hadits ini diriwayatkan secara marfu' dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak hanya dari satu jalur periwayatan. Dan diriwayatkan pula secara mauquf dari Abdullah bin Salam radhiyallahu'anhu. Dan Aku memiliki Kajian Kritis atas hadits ini, namun belum dicetak. Aku lebih condong kepada pendapat Imam Al-Baihaqi dalam kitabnya "Syu'abul Iman" dan juga Ahli Hadits lainnya, bahwa yang shohih dalam riwayat-riwayat tersebut adalah mauquf dari Abdullah bin Salam, bukan Marfu' dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Meskipun dalam hal ini syaikhuna (Al-Albani) menshohihkan riwayat Imam Ahmad secara marfu'." (http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=44027).
1. Ghautsul Makdud, karya Syekh Abu Ishaq Al-Huwaini hafizhahullah. Hadits no. 647.
2. Ahadits Ta'dzimur Riba 'Alaz Zina, Dirosah Naqdiyah, karya Syekh Dr. Ali Abdullah As-Shoyyah hafizhahullah.
"Secara sanad, hadits ini shohih. Namun matannya munkar, dan yang aku ketahui dalam hadits ini terdapat wahm." (Syu'abul Iman 4/394).
"Dan diantara yang menjadikan hadits-hadits ini tertolak adalah bahwa sesungguhnya kemaksiatan itu dinilai dari sebesar apa pengaruhnya. Dan zina merusak nasab, mengalihkan warisan kepada yang tidak berhak mendapatkannya, serta zina itu menyebabkan banyak keburukan yang tidak diakibatkan dari dosa memakan sesuap (hasil Riba)." (Al-Maudhu'at 2/248).
"Aku tidak mengetahui dosa terbesar setelah membunuh selain dosa zina" (Ad-Daa' wa Ad-Dawaa' 345).
"Dosa terbesar ada tiga : Kufur, kemudian membunuh jiwa, kemudian Zina. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an :
1. Abdullah bin Salam radhiyallahu'anhu sebelum masuk Islam adalah seorang ulama Yahudi, dan setelah masuk Islam-pun beliau terkenal sering meriwayatkan isroiliyyat.
Berkata Ibnu Hajar rahimahullah :
"Terkecualikan jika menafsir tersebut dari kalangan Sahabat yang terkenal memiliki penngetahuan tentang isroiliyyat, seperti Abdullah bin Salam radhiyallahu'anhu.... Yang seperti ini riwayat mauquf darinya tidak dapat dikategorikan sebagai Marfu' secara hukum karena adanya kemungkinan lain yang sangat kuat" (An-Nukat 2/532).
2. Secara umum, dosa Zina lebih besar daripada dosa Riba.
3. Riwayat-riwayat yang menyebutkan dosa Riba lebih besar dari dosa Zina tidaklah shohih.
4. Sebagian ulama' ada yang menshohihkan riwayat hadits "satu dirham riba". Diantaranya adalah : Imam As-Syaukani dan Syekh Al-Albani. Namun yang rojih -wallahu a'lam- bahwa riwayat-riwayat tersebut tidak shohih.
5. Untuk kehati-hatian, lebih baik Kita tidak menggunakan Hadits tersebut untuk memperingatkan umat dari bahaya Riba. Karena ditakutkan kita terjerumus kedalam Hadits Nabi :