Blogger templates

Minggu, 01 Desember 2013

FIKIH MADZHAB JA’FARI : Tak Kenal Maka ‘Bisa’ Sayang

Alhamdulillah, segala puji milik Allah subhanahu wa ta’ala. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kehadirat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam beserta sahabat, keluarga, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman. Amiin.

Pada dua tulisan sebelumnya, telah kita ketahui ‘sedikit’ tentang madzhab ja’fari. Dan kita simpulkan empat hal :
  1. Madzhab Ja’fari adalah madzhab fikih yang bersandar kepada Imam Ja’far As-Shodiq.
  2. Madzhab Ja’fari adalah madzhab fikihnya ahlul bait.
  3. Terdapat banyak perselisihan dalam empat madzhab fikih, karena mereka meninggalkan petunjuk para imam ma’shum.
  4. Madzhab Ja’fari memiliki ushul fikih yang sering disebut “Al-Ushul Al-Arba’umi’ah”.
Dari keempat hal diatas, telah kita bahas dua yang pertama, sekarang mari kita bahas point ke-3 dan ke-4.


Ketiga, terdapat banyak perselisihan dalam empat madzhab fikih, karena mereka meninggalkan petunjuk para imam ma’shum.

Para pengikut madzhab ja’fari seringkali melontarkan pernyataan diatas guna ‘melegitimasi’ madzhab mereka. Satu hal yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa perselisihan atau lebih tepatnya perbedaan pendapat dikalangan ulama ahlussunnah tidaklah sedikit, hampir disetiap bab dalam cabang ilmu fikih terdapat perbedaan pendapat, bahkan tidak jarang kita temui perbedaan pendapat antar ulama ‘pengikut’ satu madzhab.

Namun, benarkah perbedaan pendapat antar para ulama ahlussunnah adalah karena meninggalkan petunjuk para imam?
Ana tidak akan menjawab pertanyaan diatas sekarang, namun ana ingin mengajak antum sekalian untuk mengetahui sebuah fakta yang mengejutkan… apa itu? Mau tau? Baiklah ana akan beritahu…

Berkata Syaikh At-Thoifah Abu Ja’far At-Thusi (masih ingat kan tentang ‘beliau’?) dalam kitabnya yang berjudul Al-‘Uddah Fie Ushulil Fiqh :
“…hingga apabila kita perhatikan perselisihan mereka (antar ulama madzhab ja’fari) dalam permasalahan-permasalahan tersebut akan kita dapati melebihi perselisihan antara Abu Hanifah, As-Syafi’ie dan Malik”.

Berkata Al-Faidh Al-Kasyaani dalam kitabnya yang berjudul Al-Wafie :
“…anda akan lihat, bahwa ulama madzhab ja’fari saling berselisih dalam satu perkara sampai dua puluh atau tiga puluh pendapat bahkan lebih dari itu. Bahkan tidak berlebihan jika aku katakan : tidak ada satu perkara furu’iyah pun kecuali mereka berselisih pendapat minimal dalam subcabang permasalahannya…”

Bahkan Ja’far As-Syakhuri mengeluarkan perkataan yang sangat ‘ekstrim’ terkait perbedaan pendapat dalam ‘tubuh’ madzhab ja’fari, ‘beliau’ mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Marja’iyyah Al-Marhalah wa Ghubar At-Taghyir :
“…maksud dari istilah “al-masyhur” bila terucap oleh para ulama kita adalah pendapat masyhur dari ulama klasik, semisal As-Shoduq, Al-Murtadho, Al-Mufid, At-Thusi, Ibnu Barraj, Ibnu Abi ‘Aqil, Ibnu Junaid, dan semisal mereka. Dan bukan pendapat para faqih kontemporer, karena meskipun para faqih ataupun perkumpulan-perkumpulan kontemporer memiliki ketenaran nama, namun mereka tidak ada artinya… bahkan apabila kita perhatikan fatwa-fatwa ulama kontemporer kita, akan kita dapati bahwa mereka semua telah KELUAR DARI MADZHAB SYI’AH”

Tampaknya Ja’far As-Syakhuri adalah salah satu pengikut madzhab ja’fari sekte ushuli yang cukup ketat. Lantas bagaimana pendapat kaum sekte ikhbari ketika mengetahui perbedaan pendapat yang seperti ini?

Tunggu, tampaknya kita terlewat pembahasan yang ini. Baiklah kita bahas saja sekalian.

Perlu diketahui bahwa Madzhab Ja’fari terbagi menjadi dua sekte besar :

Pertama, Sekte Ikhbari. Mereka mengharamkan ijtihad bagi para ulama, karena yang berhak berijtihad hanyalah imam yang ma’shum… sementara ulama tidaklah ma’shum. Sekte ini adalah sekte yang bisa dikatakan ‘sangat ikhlas’ mengikuti petunjuk para imam. Namun, mereka ‘terlalu’ konservatif, sementara setelah sepeninggalan imam Hasan Al-Asykari pada tahun 260 H / 874 M, imam ke-12 yaitu imam Al-Mahdi tak kunjung muncul… dan permasalahan hidup semakin kompleks, umat membutuhkan fatwa yang kontemporer…

Kedua, Sekte Ushuli. Mayoritas pengikut madzhab ja’fari berada di sekte ini, sebuah sekte yang moderat dan lebih realistis. Berkata Muhammad Ridho Al-Mudhoffir dalam kitabnya Aqoid Al-Imamiyah :
“…dan keyakinan kami pada seorang mujtahid yang telah terpenuhi syarat-syarat ijtihad adalah bahwa dia wakil Imam (Al-Mahdi) ketika belum muncul, dia menjadi hakim dan pemimpin, dia memiliki keistimewaan sebagaimana keistimewaan seorang Imam dalam memutuskan dan memimpin, dan mengembalikan perkara-perkara kepada seorang mujtahid sama seperti mengembalikan perkara kepada Allah, dia berada pada garis sekutu Allah”

Dan perlu diketahui bahwa telah terjadi ‘pertikaian sengit’ antara kedua sekte ini, bahkan mereka saling mengkafirkan satu sama lain!!

Berkata Muhammad Sa’id Al-Hakim dalam kitabnya Al-Ushuliyah wa Al-Ikhbariyah Baina Al-Asmaa’ wa Al-Waqi’ :
“…sesungguhnya istilah Ikhbari dan Ushuli telah menjadi ‘duri’ bagi kelangsungan golongan kebenaran ini, antara kedua belah pihak telah terjadi perselisihan, perpecahan, dan saling menghujat…”

Bahkan Muhammad Jawad Al-Mughniyyah dalam kitabnya Ma’a Ulama An-Najaf, menyebutkan telah terjadi aksi saling mengkafirkan dan melarang sholat dibelakang orang yang bukan sektenya!!

Kembali ke permasalahan awal kita.

Jika memang benar ahlussunnah banyak terjadi perselisihan lantaran meninggalkan petunjuk imam yang ma’shum, lantas kenapa madzhab ja’fari yang ‘mengikuti’ petunjuk imam yang ma’shum kok lebih banyak perselisihannya….???

Jawabannya antara dua,

Pertama, mereka sebenarnya tidak mengikuti pendapat Imam Ja’far As-Shodiq yang menurut mereka ma’shum. Karena pendapat ma’shum tidak mungkin bisa berpecah belah sebegitu banyaknya.

Kedua, sebenarnya Imam Ja’far As-Shodiq tidaklah ma’shum, sama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafi’ie dan Imam Ahmad.

Apapun jawaban yang dipilih akan menggoncangkan madzhab ja’fari dari akar pondasinya!!

Keempat, Madzhab Ja’fari memiliki ushul fikih yang sering disebut “Al-Ushul Al-Arba’umi’ah”.

Sebagai upaya ‘meyakinkan’ orang bahwa madzhab ja’fari itu benar-benar ada adalah mereka mengklaim bahwa imam mereka telah meletakkan ushul madzhab ini, yang disebut “Al-Ushul Al-Arba’umi’ah”.

Tentu saja hal ini penting, karena setiap madzhab yang tidak memiliki ushul tidaklah bisa diakui sebagai madzhab independent, karena ushul adalah layaknya pondasi bagi sebuah rumah, akar bagi sebuah pohon.

Lebih lanjut, mereka meyakini bahwa “Al-Ushul Al-Arba’umi’ah” bukanlah sekedar 400 kaidah ushul, namun 400 kitab fundamental bagi madzhab ja’fari!!

Singkat saja, jika benar para murid-murid generasi pertama madzhab ja’fari telah menulis “Al-Ushul Al-Arba’umi’ah” sejak zaman Imam Ja’far As-Shodiq hingga Imam Ar-Ridho, maka adakah yang bisa menunjukkannya??

Berkata Ja’far As-Sabhani, dalam kitabnya Adwar Al-Fiqh Al-Imami :
”…dan sungguh sebagian dari ushul tersebut terus ada (terwariskan) sampai zaman Ibnu Idris (543-598 H), dimana beliau menukilkan beberapa dari ushul tersebut dalam kitabnya As-Saraair dan beliau menamakannya dengan Al-Mustathrofat, demikian juga Sayyid Radhiyuddin bin Thowus menukilkan beberapa ushul tersebut dalam kitabnya Kashful Mahajjah, dan terakhir Ustadz kami As-Sayyid Muhammad Al-Hujjah Al-Kuhkamri (1301-1372 H) telah mematenkan 12 ushul tersebut dan mencetaknya”.

Jika benar apa yang dikatakan As-Sabhani diatas, berarti hanya ada 12 dari 400 ushul yang bisa diungkap… artinya, ya hanya sekitar 4% lah…

Jika demikian, bangunan Madzhab Ja’fari berdiri diatas 4% pondasi, dan 96% lainnya masih berada dialam mimpi…

Kesuksesan berawal dari sebuah usaha, usaha berawal dari sebuah rencana, rencana berawal dari sebuah mimpi, maka jika ingin anda sukses perbanyaklah tidur, supaya sering bermimpi…

Mungkin karena sering bermimpi basah, mereka menghalalkan nikah muth’ah… hehehe…

Bersambung insya Allah…

0 komentar:

Posting Komentar